BANYUASIN – TEROPONGSUMSEL.COM
Forum Masyarakat Desa Talang Kemang Bersatu, Kecamatan Rantau Bayur, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, bersama Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Komite Masyarakat Anti Korupsi (KRAK), resmi melaporkan PT Melania Indonesia ke Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri). Laporan tersebut diajukan atas dugaan pelanggaran hukum di sektor perkebunan dan lingkungan hidup.(28/10/2015)
Perusahaan yang sahamnya terdiri dari 60% milik PT Tolantiga dan 40% Samrock Group itu diduga masih beroperasi dan memanen hasil bumi meski izin Hak Guna Usaha (HGU) serta Izin Usaha Perkebunan (IUP) telah berakhir sejak akhir 2023.
Laporan disampaikan langsung oleh Ketua Forum Masyarakat, Wasito, dan Sekretaris Supeno, bersama Ketua LSM KRAK, Fery Utama, di Jakarta. Mereka menilai aktivitas PT Melania Indonesia tidak hanya merugikan masyarakat, tetapi juga menyebabkan kerusakan lingkungan dan melanggar sejumlah peraturan perundang-undangan.
Dugaan Pelanggaran di Lapangan
Hasil investigasi warga dan temuan lapangan menunjukkan sejumlah dugaan pelanggaran, antara lain:
- HGU dan IUP PT Melania Indonesia berakhir sejak 2023, namun perusahaan tetap beroperasi tanpa dasar hukum.
- Perubahan komoditas tanpa izin, dari karet menjadi sawit seluas sekitar 50 hektare.
- Penelantaran lahan sejak 2022–2024 yang memicu kebakaran dan kerusakan lingkungan.
- Limbah cair dari pabrik pengolahan getah mencemari lahan pertanian dan sungai warga.
- Penjualan hasil getah (latex) kepada PT Taniyuk meski tanpa izin usaha yang sah.
- Kewajiban kebun plasma 20% bagi masyarakat tak pernah direalisasikan.
Menurut Wasito, aparat penegak hukum juga perlu memeriksa pejabat yang pernah melakukan inspeksi (sidak) ke lokasi perusahaan.
“Kami hanya ingin hukum ditegakkan secara adil. Sudah beberapa kali pejabat datang sidak, tapi tidak ada hasil nyata. Kami meminta Mabes Polri menelusuri kenapa pengawasan itu tidak berujung pada tindakan,” ujarnya.
Dalam laporan resminya, masyarakat dan LSM KRAK menuntut agar Mabes Polri:
- Menyelidiki pimpinan PT Melania Indonesia atas dugaan pelanggaran izin dan pencemaran lingkungan.
- Memeriksa pejabat yang melakukan sidak namun tidak menindaklanjuti temuan.
- Menutup sementara pabrik pengolahan getah hingga izin dilengkapi dan limbah diperbaiki.
- Mengembalikan lahan eks-HGU kepada masyarakat.
- Menuntut realisasi kebun plasma 20%.
- Menindak perusahaan atas penelantaran lahan dan kebakaran berulang.
Laporan ke Mabes Polri mengacu pada sejumlah ketentuan, di antaranya:
- UU No. 39/2014 tentang Perkebunan – mewajibkan izin usaha dan realisasi kebun plasma.
- UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup – melarang penelantaran lahan dan pencemaran lingkungan.
- UU No. 18/2013 tentang Pemberantasan Perusakan Hutan – melarang kebakaran lahan dengan ancaman pidana hingga 10 tahun.
- UU Tipikor No. 31/1999 jo. 20/2001 – mengatur sanksi bagi pejabat yang menyalahgunakan kewenangan.
- KUHP Pasal 362 dan 406 – pencurian hasil bumi dan penelantaran lahan termasuk tindak pidana.
Ketua LSM KRAK, Fery Utama, menegaskan bahwa laporan ini bukan sekadar persoalan izin, tetapi juga tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan.
“Kami berharap Mabes Polri bertindak tegas. Ini bukan hanya soal izin, tapi soal keadilan dan hak masyarakat yang diabaikan,” ujarnya.
Sementara itu, Wasito menegaskan bahwa warga akan terus memperjuangkan hak mereka.
“Kami sudah menunggu bertahun-tahun. Kini kami percayakan kepada penegak hukum pusat agar tidak ada lagi pembiaran terhadap pelanggaran di lapangan,” tutupnya.
(Dyn)